HUKUM
PERDATA
1. Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil
law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat
atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
KUHPerdata yang dimaksud dengan Hukum perdata
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud
Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten
dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini
diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt.
Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan
berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2
aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar
ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata
Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah
membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas
dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa
Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan
Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu
sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di
Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda. Oleh
karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang
menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman
hukum. Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam
satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat
disebut “Code Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada
di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de
Commerce”.
Sejalan
degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk
Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland”
yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan
Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais
atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena
perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland)
dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan
terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah
produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan
Code Civil des Francais danCode de Commerce. Dan pada tahun 1948,kedua
Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai
saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek).
Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
3. Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum
Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil
dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum
Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak
dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam
hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping
Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal
denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang
memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek
di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat
dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari
keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat
Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku
bangsa
Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang
pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia
asli) dan yang dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S.
diatas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yaitu:
- Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku
Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan
Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan
yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala
berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum
tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat
- Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India,
Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan
Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada
Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan
hukum tertentu saja.
Pedoman
politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis
dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S)
yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana
beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab
Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut
perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing
(yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa
Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing,
sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn
bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk
bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara
hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di
dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang
sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara
khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
- Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen
(Staatsblad 1933 no7.4).
- Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA)
Staatsblad 1939 no 70 berhubungan denag no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi
semua golongan warga negara, yaitu:
- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun
1912)
- Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933
no 108)
- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938 no 98)
4. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua
pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur
hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya
diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya
diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antar orang-orang atau pihak-pihak
tetentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di
dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang
timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
- Hukum rentang diri seseorang (pribadi).
Yaitu mengatur tentang manusia sebagai subyek dan
hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan
untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
- Hukum
Kekeluargaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul
dari hubungan kekeluargaan yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan
hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian dan curatele.
- Hukum
Kekayaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat
dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku
terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang
hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan
hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas
suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas
suatu benda yang dapat terlihat.
Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk,
dinamakan hak mutlak saja.
- Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika
ia meningal. Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Referensi
:
id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
www.hukumonline.com/.../burgerlijk-wetboek-kitab-undang-undang-hu.
https://docs.google.com/document/d/1R7G1oRzVnzJWTBv.../edit?pli=1
http://dwipurwadi95.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar